indonesaEnglish


Selasa, 29 September 2015

Budaya Banten

Selasa, 29 September 2015



1. Rumah Adat

Rumah adatnya adalah rumah panggung yang beratapkan daun atap, dan lantainya dibuat dari pelupuh yaitu bambu yang dibelah-belah. Sedangkan dindingnya terbuat dari bilik (gedek). Untuk penyangga rumah panggung adalah batu yang sudah dibuat sedemikian rupa berbentuk balok yang ujungnya makin mengecil seperti batu yang digunakan untuk alas menumbuk beras. Rumah adat ini masih banyak ditemukan di daerah yang dihuni oleh orang Kanekes atau disebut juga orang Baduy.




2. Seni Tradisional





























Debus,  Kesenian Asli Banten
Mungkin sebagian dari kita jika mendengar kata “Banten” pasti yang akan pertama kali muncul di pikiran adalah “Debus”, sebuah atraksi kesenian yang bernuansa magis.  Ya, Debus memang merupakan kesenian asli masyarakat Banten yang ada sejak abad ke-16. Bentuk Atraksi Debus Permainan debus merupakan bentuk kesenian yang dikombinasikan dengan seni tari, seni suara dan seni kebatinan yang bernuansa mistis. Kesenian debus biasanya dipertunjukkan sebagai pelengkap upacara adat, atau untuk hiburan masyarakat. Pertunjukan ini dimulai dengan pembukaan, yaitu pembacaan sholawat dan dzikir yang diiringi musik dari alat musik tabuh lalu  dilanjutkan dengan beluk, yaitu lantunan nyanyian dzikir dengan suara keras, melengking, bersahut-sahutan dengan iringan tetabuhan. Uniknya, bersamaan dengan beluk  atraksi kekebalan tubuh didemonstrasikan sesuai dengan keinginan pemainnya, seperti menusuk perut dengan gada (semacam senjata); makan api; memasukkan jarum ke dalam lidah, kulit pipi dan anggota tubuh lainnya sampai tembus; menyiram tubuh dengan air keras sampai pakaian yang dikenakan hancur; dan masih banyak lagi. Hebatnya, semua ini dilakukan tanpa menyebabkan luka sedikitpun pada tubuh pemain yang melakukan atraksi debus ini.

Hal lain yang perlu diingat adalah debus tidak ada kaitannya dengan dunia mistis, tidak seperti anggapan orang kebanyakan. Selama ini Debus dianggap berkaitan erat dengan dunia mistis yang bertentangan dengan ajaran Islam. Padahal, Debus digunakan oleh ulama zaman dahulu untuk melawan penjajah dan atraksinya pun dimulai dengan pembacaan doa dan shalawat Nabi. Debus merupakan kesenian tradisional dari banten yang bisa menjadi daya tarik bagi wisatawan. Jadi, kita pun harus turut melestarikan dan mengembangkan kesenian Debus, yang menjadi ciri khas kebudayaan Banten :)

Tari Cokek, Perpaduan Kesenian Cina dan Sunda
Tarian ini biasanya dimainkan oleh sepuluh orang penari wanita, dan tujuh orang laki-laki pemegang gamang kromong, alat musik yang mengiringinya. Tari Cokek merupakan jenis tarian khas yang berasal dari daerah Tangerang yang pada awalnya berkembang di daerah betawi. Di daerah Tangerang, tari  Cokek biasanya dimainkan sebagai pertunjukkan hiburan saat warga Cina benteng menyelenggarakan acara, khususnya acara pernikahan. Warga Cina Benteng merupakan warga keturunan Tionghoa yang tinggal di daerah Tangerang. Selain itu, seringkali tari Cokek ini dimainkan sebagai tari penyambutan untuk tamu kehormatan yang berkunjung ke Tangerang.

Keunikan tari Cokek terlihat pada gerakan tubuh penarinya yang bergerak perlahan-lahan,sehingga mudah untuk diikuti oleh penonton. Gerakan tarian tari Cokek ini kemudian akan dilanjutkan dengan ajakan pada para penonton untuk ikut bergabung menari. Ajakan pada para penonton itu dilakukan dengan cara mengalungkan selendang ke leher sambil menariknya maju ke depan atau ke panggung. Ajakan itu umumnya ditujukan kepada pemuka masyarakat atau orang kaya yang hadir pada acara itu. Proses menari bersama ini dilakukan berdekatan antara penari dengan penonton, tetapi tidak saling bersentuhan. Selain gerakannya yang pelan dan mudah diikuti, keunikan lainnya pada tarian ini adalah pada busana penarinya. Biasanya busana yang dipakai para penari adalah kebaya yang terbuat dari kain sutra yang memiliki warna mencolok, yaitu berwarna hijau, merah, kuning, dan ungu dan warna kain ini akan bertambah mencolok ketika terkena pancaran sinar lampu. Selain keindahan busananya, selendang dan rambut penari yang dikepang dan dipasangi sanggul juga menambah kecantikan para penari itu. Jika ingin menonton seni pertunjukan tari Cokek,  biasanya tarian ini dipentaskan di Rumah Kawin yang terletak di Kalan Selapajang Jaya, Kampung Melayu, Kabupaten Tangerang.

Batik Banten, “These Clothes Tell Stories”
“Banten punya batik?” mungkin itulah tanggapan sebagian orang saat mendengar tentang Batik banten. Kerajinan banten yang satu ini memang belum banyak terdengar dan terlihat pemakaiannya dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Namun jangan salah, di galeri batik banten yang berada di daerah Serang ini, memiliki ratusan koleksi kain batik aneka warna dengan motif geometris yang sangat menarik. Batik Banten mengaplikasian karya bangunan kerajaan kesultanan Banten melalui media kain tenun. Batik Banten sendiri memiliki tema “These Clothes Tell Stories” yang memiliki arti bahwa baju ini bercerita. Diharapkan setiap orang yang melihat kain ini lebih mengenal cerita kebudayaan Banten karena motif batik dalam kain tenun tersebut ditemukan oleh para arkeolog nasional di tengah puing-puing reruntuhan kerajaan.

Ada hal yang cukup menarik pada batik banten ini yaitu batik ini memiliki tampilan warna yang meriah, gabungan dari warna-warna pastel yang terkesan lembut tapi ceria yang menurut salah satu arkeolog sangat cocok dalam menggambarkan karakter orang Banten yang memiliki semangat tinggi, cita-cita tinggi, karakter yang ekspresif namun tetap rendah diri. Masing-masing motif batik tersebut juga memiliki nama khusus yang diambil dari tempat, bangunan, ataupun gelar pada masa Kesultanan Banten dahulu. Saat ini batik Banten sudah mulai ‘eksis’ dalam masyarakat, terutama penggunaan di kota serang. Beberapa sekolah sekarang ini sudah menggunakan batik Banten untuk seragam sekolah. Selain itu motif dari Batik Banten ini juga sudah mulai diaplikasikan di media lain, seperi pada panggung, atau sebagai dekorasi bangunan. Alangkah lebih baik jika kita ikut menggunakan Batik Banten agar Batik banten ini bisa terus berkembang dan menjadi ciri khas dari Banten. 

Angklung Gubrag ,Kesenian yang Mulai Terlupakan
Angklung Gubrag adalah salah satu kesenian tradisional yang sudah langka, namun masih tetap dilestarikan oleh masyarakat Desa kemuning, Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang. Padahal sebenarnya kesenian ini bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Pada zaman dahulu, kesenian Angklung Gubrag dilaksanakan pada saat ritual penanaman padi dengan maksud agar hasil panen akan berlimpah nantinya. Sekarang  Angklung Gubrag biasa dimainkan saat acara khitanan dan selamatan kehamilan. Angklung Gubrag memiliki ukuran yang lebih besar daripada angklung pada umumnya. Jumlah tabungnya pun ada tiga, berbeda dengan anklung biasa yang umumnya memiliki dua tabung. Pada saat dilaksanakan pertunjukan kesenian Angklung Gubrag, biasanya digunakan beberapa instrumen seperti enam buah angklung menggunakan bambu hitam, seruling,  dan terompet kendang pencak. Diatas angklung dikaitkan kembang wiru yang diikat membentuk pita yang menurut kepercayaan kembang wiru dan air yang berasal dari angklung dapat menjadi obat dan penyubur tanaman. Semua pemain menari, kecuali penabuh dogdog (alat musik yang terbuat dari batang kayu bulat) dan saat menari diiringi oleh beberapa penari perempuan dengan kostum kain dan kebaya.

Rampak Bedug, Kolaborasi Tabuh Bedug dan Tarian
Kata “Bedug” mungkin sudah tidak asing lagi di telinga bangsa Indonesia. Seperti di Banten, Bedug hampir terdapat pada setiap masjid. Rampak Bedug adalah salah satu kesenian yang hanya terdapat di daerah Banten. Kata “Rampak” memiliki arti “serempak” dan juga “banyak” jadi Rampak Bedug adalah seni menabuh nedug yang ditabuh secara serempak sehingga menghasilkan irama yang enak di dengar. Rampak Bedug pertama kali dilakukan untuk menyambut bulan suci Ramadhan. Namun karena seni rampak bedug ini mengundang banyak penonton, maka kesenian ini menjadi sering ditampilkan dalam suatu acara pementasan. Pada zaman dahulu, pemain rampak bedug semuanya laki-laki, namun sekarang kesenian ini bisa dilakukan olah perempuan dan laki-laki. Biasanya pemain laki-laki sebagai penabuh bedug sekaligus kendang dan pemain perempuan sebagai penabuh bedug. Baik pemain laki-laki dan perempuan juga berfungsi sebagai penari. Busana yang dipakai oleh pemain Rampak bedug adalah pakaian muslim yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Biasanya pemain laki-laki mengenakan pakaian pesilat lengkap dengan sorban khas Banten. Sedangkan untuk perempuannya memakai pakaian khas tradisional, seperti rok panjang bawah lutut dari bahan batik dengan didalamnya mamakain celana panjang sejenis celana panjang pesilat.

3. Senjata Tradisonal

Golok adalah senjata khas Banten dan DKI Jakarta bentuknya seperti pisau besar dan berat yang digunakan sebagai alat berkebun. Senjata ini jamak ditemui di Asia Tenggara. Hingga saat ini kita juga bisa melihat golok digunakan sebagai senjata dalam silat. Ukuran, berat, dan bentuknya bervariasi tergantung dari pandai besi yang membuatnya. Golok memiliki bentuk yang hampir serupa dengan machete tetapi golok cenderung lebih pendek dan lebih berat, dan sering digunakan untuk memotong semak dan dahan pohon. Golok biasanya dibuat dari besi baja karbon yang lebih lunak daripada pisau besar lainnya di dunia. Ini membuatnya mudah untuk diasah tetapi membutuhkan pengasahan yang lebih sering.




4. Pakaian Adat

Dulunya Banten adalah bagian dari Jawa Barat. Tetapi sejak tahun 2000, Banten memisahkan diri dan menjadi Provinsi Banten. Dari sisi kebudayaan Banten dan Jawa Barat memiliki kemiripan, begitu pula dengan pakaian adatnya. Meski begitu, Banten tetap memiliki ciri kebudayaan tersendiri. Salah satunya adalah pakaian adat Banten. Baju yang dikenakan masyarakat Banten sering disebut dengan baju pangsi. Sementara celananya disebut dengan celana komprang yang panjangnya sebatas mata kaki atau sampai betis. Dulu pakaian semacam ini sebenarnya juga sering digunakan oleh masyarakat Jawa Barat Sunda dalam kesehariannya, terutama pada saat melakukan pencak silat. Makanya, mengenakan pakaian adat ini seperti seorang jawara. Tapi, masyarakat Jawa Barat sudah jarang mengenakan pakaian semacam ini. Sementara masyarakat Banten, terutama suku Baduy masih menjaga kelestarian pakaian adat ini. Masyarakat Baduy masih mengenakan pakaian adatnya dalam kehidupan sehari-hari. Baduy adalah sebutan bagi suku di Banten. Baduy merupakan ciri khas bagi sebuah suku Banten. Baduy di Banten memiliki dua suku, yaitu Baduy Dalam dan Baduy Luar. Pakaian adatnya sama, hanya saja warna yang menjadi ciri khas berbeda. Baduy Dalam sering mengenakan pakaian adat berwarna putih yang melambangkan kesucian. Sementara Baduy Luar mengenakan pakaian adat berwarna hitam. Disamping itu Budaya Jawa juga ikut memberikan pengaruh pada Pakaian Adat Tradisonal Banten yang lebih moderen lagi. Pakaian ini biasa dipakai di acara resepsi pernikahan bagi pengantin Pria dan Wanita Masyarakat Banten Moderen



5. Suku

Suku Banten adalah penduduk asli di Tatar Pasundan yang mendiami bekas daerah kekuasaan Kesultanan Banten di luar Parahiyangan, Cirebon dan Jakarta. Menurut sensus BPS tahun 2000, suku Banten populasinya 2,1% dari penduduk Indonesia. Selain itu juga ada Suku Baduy yang menempati wilayah Lebak, Banten

6. Bahasa

Bahasa
Penduduk asli yang hidup di Provinsi Banten berbicara menggunakan dialek yang merupakan turunan dari bahasa Sunda Kuno. Dialek tersebut dikelompokkan sebagai bahasa kasar dalam bahasa Sunda modern, yang memiliki beberapa tingkatan dari tingkat halus sampai tingkat kasar (informal), yang pertama tercipta pada masa Kesultanan Mataram menguasai Priangan (bagian timur Provinsi Jawa Barat). Namun, di Wilayah Banten Selatan Seperti Lebak dan Pandeglang menggunakan bahasa Sunda Campuran Sunda Kuno, Sunda Modern, dan bahasa Indonesia, di Serang, dan Cilegon, bahasa Jawa Banten digunakan oleh etnik Jawa. Dan, di bagian utara Kota Tangerang, bahasa Indonesiadengan dialek Betawi juga digunakan oleh pendatang beretnis Betawi. Di samping bahasa Sunda, bahasa Jawa, dan dialek Betawi, bahasa Indonesia juga digunakan terutama oleh pendatang dari bagian lain Indonesia.

7. Lagu Daerah

- Dayung Sampan
- Jereh Bu Guru 
- Tong Sarakah
- Ibu











ENSIKLOPEDI LAINNYA



Terkini Indonesia

Terbaik Indonesia

Belanja Indonesia Lihat Lebih Lengkap >>>




Travelling Kita

Comments
0 Comments
 
Copyright ©2015 - 2024 THE COLOUR OF INDONESIA. Designed by -Irsah
Back to top
THE COLOUR OF INDONESIA