indonesaEnglish


Sabtu, 24 Oktober 2015

Flora dan Fauna Sulawesi Utara

Sabtu, 24 Oktober 2015

Flora dan Fauna Khas Provinsi Sulawesi Utara adalah Pohon Langusei (Ficus minahassae) sebagai Flora Khas Sulawesi Utara dan Tarsius (Tarsius Spectrum)  sebagai Fauna KhasSulawesi Utara. 




Pohon Langusei Flora Identitas Sulawesi Utara


Langusei (Ficus minahassae) merupakan tumbuhan yang menjadi maskot Sulawesi Utara. Pohon Langusei yang masih berkerabat dekat dengan Beringin (Ficus benjamina) ini telah ditetapkan menjadi Flora Identitas Sulawesi Utara. Langusei mendampingi Tarsius yang ditetapkan menjadi Fauna Identitas Sulawesi Utara. Yang khas dari pohon Langusei (Ficus minahassae) adalah bunganya yang berbentuk bongkol sehingga menyerupai buah. Bunga Langusei tersusun menjurai kebawah sepanjang hingga satu meter. Pohon Langusei merupakan tumbuhan yang sering disebut juga Mahangkusei, Tambing-tambing, Werenkusei, dan Tulupow. Dalam bahasa Inggris tanaman ini dikenal sebagaiFig Tree. Sedang dalam bahasa latin nama tumbuhan ini adalah Ficus minahassae.

Diskripsi dan Ciri Pohon Langusei



Pohon Langusei (Ficus minahassae) berukuran sedang dengan tinggi sekitar 15 meter. Pohon Langusei rindang karena mempunyai banyak cabang dan lebat. Permukaan kulit batangnya halus dan kulit tersebut mudah terkelupas yang bila kering akar, tampak serat-seratnya yang halus. Daun tumbuhan Langusei berukuran kecil berbentuk bulat telur dengan ujung lancip. Perbungaannya muncul dari batangnya, sering dimulai dari dekat tanah sampai pada cabang-cabang utamanya. Bunga ini tersusun menjuntai ke bawah dengan panjang mencapai 1 meter lebih. Bunga-bunga Langusei membentuk bongkol sehingga nampak seperti buahnya. Bunganya sebenarnya ada di dalam dan bisa tampak bila dipotong secara melintang. Bongkol yang di dalamnya terdapat bunganya itulah kemudian yang berubah menjadi buah langusei. Buah ini tidak akan gugur hingga buah tersebut masak. Di dalam buah tersebut terdapat bijinya yang kecil-kecil.

Pohon Langusei merupakan tumbuhan asli Indonesia yang tersebar di pulau Sulawesi bagian utara, kepulauan Sangir dan Talaud. Persebaran pohon yang ditetapkan menjadi flora identitas Sulawesi Utara ini mencapai Papua dan Filipina. Langusei tumbuh di hutan campuran pada daerah dataran rendah hingga ketinggian 700 meter dpl. Tumbuhan bernama latin Ficus minahassae ini dapat tumbuh baik di daerah dengan curah hujan rendah, bahkan pada tanah-tanah kurang subur dan berkapur.

Manfaat

Beberapa bagian tumbuhan Langusei telah dimanfaatkan oleh masyarakat Sulawesi Utara sejak dulu. Bagian yang dimanfaatkan seperti kulit kayu Langusei yang sering dijadikan bahan pembuat pakaian atapun tali karena memiliki serat yang lembut dan halus namun ulet dan kuat. Daun Langusei dipergunakan sebagai campuran obat. Buahnya juga sering digunakan sebagai campuran minuman tradisional

Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae; Divisi: Magnoliophyta; Kelas: Magnoliopsida; Ordo: Urticales; Famili: Moraceae; Genus: Ficus; Spesies: Ficus minahassae.

Tarsius Fauna Identitas Sulawesi Utara



Tarsius (Tarsius Spectrum) diantaranya Tarsius tarsier dan Tarsius pumilus) adalah binatang unik dan langka. Bintang yang menjadi maskot Provinsi Sulawesi Utara ini, ternyata juga menjadi Flora Identitas Provinsi Bangka Belitung dengan nama Mentilin. Hanya saja Mentilin (Tarsius Bancanus) yang dimaksud disini berbeda jenisnya dengan Tarsius Sulawesi UtaraPrimata kecil ini sering disebut sebagai monyet terkecil di dunia, meskipun satwa ini bukan monyet. Sedikitnya terdapat 9 jenis Tarsius yang ada di dunia. 2 jenis berada di Filipina sedangkan sisanya, 7 jenis terdapat di Sulawesi Indonesia. Yang paling dikenal adalah dua jenis yang terdapat di Indonesia yaitu Tarsius tarsier (Binatang Hantu / Kera Hantu) dan Tarsius pumilus (tarsius kerdil, krabuku kecil atau Pygmy tarsier). Kesemua jenis tarsius termasuk binatang langka dan dilindungi di Indonesia. Nama Tarsius diambil berdasarkan ciri fisik tubuh mereka yang istimewa, yaitu tulang tarsal yang memanjang, yang membentuk pergelangan kaki mereka sehingga mereka dapat melompat sejauh 3 meter (hampir 10 kaki) dari satu pohon ke pohon lainnya. Tarsius juga memiliki ekor panjang yang tidak berbulu, kecuali pada bagian ujungnya. Setiap tangan dan kaki hewan ini memiliki lima jari yang panjang. Jari-jari ini memiliki kuku, kecuali jari kedua dan ketiga yang memiliki cakar.

Tarsius memang layak disebut sebagai primata mungil karena hanya memiliki panjang sekitar 10-15 cm dengan berat sekitar 80 gram. Bahkan Tarsius pumilus atau Pygmy tersier yang merupakan jenis tarsius terkecil hanya memiliki panjang tubuh antara 93-98 milimeter dan berat 57 gram. Panjang ekornya antara 197-205 milimeter. Ciri-ciri fisik tarsius yang unik lainnya adalah ukuran matanya yang sangat besar. Ukuran mata tarsius lebih besar ketimbang ukuran otaknya. Ukuran matanya yang besar ini sangat bermanfaat bagi makhluk nokturnal (melakukan aktifitas pada malam hari) ini sehingga mampu melihat dengan tajam dalam kegelapan malam.

Tarsius juga memiliki kepala yang unik karena mampu berputar hingga 180 derajat ke kanan dan ke kiri seperti burung hantu. Telinga satwa langka ini pun mampu digerak-gerakkan untuk mendeteksi keberadaan mangsa. Sebagai makhluk nokturnal, tarsius hanya beraktifitas pada sore hingga malam hari sedangkan siang hari lebih banyak dihabiskan untuk tidur. Oleh sebab itu Tarsius berburu pada malam hari. Mangsa mereka yang paling utama adalah serangga seperti kecoa, jangkrik. Namun terkadang satwa yang dilindungi di Indonesia ini juga memangsa reptil kecil, burung, dan kelelawar. Habitatnya adalah di hutan-hutan Sulawesi Utara hingga Sulawesi Selatan, juga di pulau-pulau sekitar Sulawesi seperti Suwu, Selayar, Siau, Sangihe dan Peleng. Di Taman Nasional Bantimurung dan Hutan lindung Tangkoko di Bitung, Sulawesi Utara. Di sini wisatawan secara mudah dan teratur bisa menikmati satwa unik di dunia itu. Tarsius juga dapat ditemukan di Filipina (Pulau Bohol). Di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Sulawesi Selatan, Tarsius lebih dikenal oleh masyarakat setempat dengan sebutan “balao cengke” atau “tikus jongkok” jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia.

Tarsius menghabiskan sebagian besar hidupnya di atas pohon. Hewan ini menandai pohon daerah teritori mereka dengan urine. Tarsius berpindah tempat dengan cara melompat dari pohon ke pohon dengan lompatan hingga sejauh 3 meter. Hewan ini bahkan tidur dan melahirkan dengan terus bergantung pada batang pohon. Tarsius tidak dapat berjalan di atas tanah, mereka melompat ketika berada di tanah. Populasi satwa langka tarsius, primata terkecil di dunia yang hidup di hutan-hutan Sulawesi diperkirakan tersisa 1.800. Ini menurun drastis jika dibandingkan 10 tahun terakhir dimana jumlah satwa yang bernama latin Tarsius spectrum ini, masih berkisar 3.500 ekor. Bahkan untuk Tarsius pumilus, diduga amat langka karena jarang sekali diketemukan lagi. Penurunan populasi tarsius dikarenakan rusaknya hutan sebagai habitat utama satwa langka ini. Selain itu tidak sedikit yang ditangkap masyarakat untuk dikonsumsi dalam pesta anak muda. Binatang yang dilindungi ini digunakan sebagai camilan saat meneguk minuman beralkohol cap tikus. Satu lagi, bintang langka dan unik ini sangat sulit untuk dikembangbiakan di luar habitatnya. Bahkan jika ditempatkan dalam kurungan, tarsius akan melukai dirinya sendiri hingga mati karena stres.

Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Mammalia; Ordo:Primata; Famili: Tarsiidae; Genus: Tarsius; Spesies: Tarsius tarsier dan Tarsius pumilus
Nama binomial
Tarsius tarsier (Erxleben, 1777) atau Tarsius spectrum (Pallas, 1779) dan Tarsius pumilus atau Pygmy tarsier
Status konservasi: Hampir Terancam Punah 



FLORA FAUNA INDONESIA

ENSIKLOPEDI LAINNYA



Terkini Indonesia

Terbaik Indonesia

Belanja Indonesia Lihat Lebih Lengkap >>>




Travelling Kita

Comments
0 Comments
 
Copyright ©2015 - 2024 THE COLOUR OF INDONESIA. Designed by -Irsah
Back to top
THE COLOUR OF INDONESIA