indonesaEnglish


Kamis, 24 September 2015

Budaya Bengkulu

Kamis, 24 September 2015

1. Rumah Adat

Rumah Bubungan Lima adalah rumah adat resmi Provinsi Bengkulu. Rumah Bubungan Lima termasuk jenis rumah panggung. “Bubungan lima” sejatinya merujuk pada atap dari rumah panggung tersebut. Selain “bubungan lima”, rumah panggung khas Bengkulu ini memiliki bentuk atap lainnya, sperti “bubungan limas”, “bubungan haji”, dan “bubungan jembatan”. Material utama yang digunakan adalah kayu medang kemuning atau surian balam, yang berkarakter lembut namun tahan lama. Lantainya terbuat dari papan, sementara atapnya terbuat dari ijuk enau atau sirap. Sementara di bagian depan, terdapat tangga untuk naik-turun rumah, yang jumlahnya biasanya ganjil (berkaitan dengan nilai adat). Menilik sejumlah literatur yang menerangkan tentang rumah adat ini, kesimpulan sementara yang bisa diambil adalah, rumah ini bukanlah jenis tempat tinggal yang umum ditempati masyarakat. Rumah Bubungan Lima (juga jenis rumah adat lainnya di Bengkulu) merupakan rumah dengan fungsi khusus yang digunakan untuk ritus-ritus adat atau acara khusus, seperti penyambutan tamu, kelahiran, perkawinan, atau kematian. Rumah Bubungan Lima, merupakan salah satu prototipe hunian tahan banjir, yang merepresentasikan nilai-nilai kearifan lokal pada masyarakat Bengkulu.

2. Seni Tari

Tari Andun - Tarian Khas Bengkulu

1. Tari Andun
Tari Andun merupakan salah satu tarian rakyat yang dilakukan pada saat pesta perkawinan. Biasanya dilakukan oleh para bujang dan gadis secara berpasangan pada malam hari dengan diringi musik kolintang. Pada zaman dahulu, tari andun biasanya digunakan sebagai sarana mencari jodoh setelah selesai panen padi. Sebagai bentuk pelestariannya, saat ini dilakukan sebagai salah satu sarana hiburan bagi masyarakat khususnya bujang gadis.

2. Tari Persembahan
Tari persembahan merupakan tari menyambut tamu penting yang datang di suatu daerah di Kabupaten Seluma. Tamu yang datang disambut dengan permainan pencak silat yang dimainkan oleh 2 orang laki-laki dengan iringan rebana. Kemudian tamu dipersilahkan berjalan dan disambut oleh pasangan bujang gadis yang berpakaian adat daerah yang menawarkan sekapur sirih untuk dikunyah sebagai simbol penerimaan masyarakat terhadap tamu yang datang.

3. Bedendang
Bedendang merupakan kesenian masyarakat yang dimainkan pada malam hari pada kegiatan perkawinan. Para pemainnya umumnya laki-laki dengan alat musik pendukung lainnya. Disamping itu, secara bergiliran para pemain musik tersebut juga memainkan tarian secara berpasangan.

4. Rebana
Rebana merupakan kesenian masyarakat yang dimainkan oleh para ibu-ibu atau kaum perempuan pada waktu ada keramaian baik desa. Rebana dimainkan untuk mengiringi lagu yang dibawakan seseorang.  

5. Tari Ulu-Ulu
Tarian khas rakyat Seluma ini biasanya diselenggarakan pada saat tertentu misalnya pawa waktu pesta pernikahan.

3. Pakaian Adat Bengkulu

Pakaian Adat Pria terdiri atas jas, sarung, celana panjang, alas kaki yang dilengkapi dengan tutup kepala dan sebuah keris. Jas tersebut dari kain bermutu seperti wol dan sejenisnya dan biasanya berwarna gelap seperti hitam atau biru tua. Demikian pula untuk celananya terbuat dari bahan dan warna yang sama. Versi lain dari jas adalah sejenis jas tertutup dari bahan beludru hitam, merah tua atau biru tua yang bertaburkan corak-corak sulaman atau lempeng-lempeng emas. Pada bagian dada tergantung sebentuk lidah penutup, mirip dasi dengan hiasan-hiasan benang emas. Celana paduannya terbuat dari beludru dengan taburan corak, ½ corak benang emas juga walaupun tidak selalu dalam warna yang sama dengan jas. Sarung dikenakan sebagai samping dibawah jas sampai sedikit di atas lutut. Samping biasanya terbuat dalam teknik songket benang emas atau perak dan disebut sarung segantung. Sebagian pelengkap busana pada kepala dipakai detar dari kain songket emas atau perak, alas kaki beludru dengan corak-corak keemasan, sebilah keris dan gelang emas di tangan kanan.

Pakaian Adat Wanita Bengkulu mengenakan baju kurung berlengan panjang, bertabur corak-corak, sulaman emas berbentuk lempengan-lempengan bulat seperti uang logam. Bahan baju kurung umumnya beludru dalam warna-warna merah tua, biru tua, lembayung atau hitam. Sarung songket benang emas atau perak dalam warna serasi dari sutra merupakan perangkat busana yang dikenakan dari pinggang sampai dengan mata kaki. Sehelai kampuh dari satin sutra bersulam emas, diselempang pada bagian dada kebelakang punggung membentuk huruf V. Perhiasan keemasan disematkan sebagai sunting-sunting pada sanggul kepala, bersama-sama dengan anting-anting berukir dari emas, yang sebenarnya merupakan kepanjangan dari kembang goyang di kepala sedemikian rupa sehingga seolah-olah bergantung disebelah daun telinga, dipadukan dengan tusuk konde, cokonde balon, dan jumbai-jumbai kiri dan kanan. Di dada pada bagian atas kampuh bergantungan gelamor ukir, berlapis-lapisan dalam jumlah banyak, menurun sampai daerah pinggang yang dilingkari oleh sebuah pending berangkai yang terbuat dari emas. Pergelangan tangan dan jari jemari dilingkari dengan mandering dan cincin permata. Alas kaki memakai selop bersulam emas.



















5. Senjata Tradisional


1. Senjata Tradisional Bengkulu - Keris
Keris adalah senjata tradisional daerah Bengkulu. Keris merupakan senjata tradisional yang dipergunakan untuk menikam dari jarak dekat. Sebagai senjata tradisional yang banyak dipergunakan oleh masyarakat di Sumatera bisa Sobat lihat pada halaman Senjata Tradisional Provinsi Riau.

2. Senjata Tradisional Bengkulu - Badik / Sewar
Badik/Sewar juga sejenis keris dengan bentuk lurus dan bermata satu. Dipakai untuk berburu dan sebagai perlengkapan upacara adat. Pada umumnya jenis badik ini terdapat juga pada masyarakat melayu daerah / provinsi lainnya namun dengan nama yang kemungkinan berbeda beda seperti sewar/siwah atau tumbuk lada. Seperti dibawah ini, di daerah Manna Bengkulu Selatan senjata tradisional ini disebut Sewar, sedangkan di Lampung disebut dengan Badik Manna

3. Senjata Tradisional Bengkulu - Rambai Ayam
Rambai ayam atau Jembio adalah senjata tradisional yang berupa senjata tusuk yang tajam disalah satu sisi dan ujung yang meruncing. Disebut rambai ayam karena bentuknya yang menyerupai ekor ayam / taji ayam. Pada umumnya Rambai Ayam berukuran antara 25 - 30 cm.

4. Senjata Tradisional Bengkulu - Rudus
Rudus adalah sejenis pedang yang terdiri dari mata, ulu, dan sarung. Dipergunakan untuk berperang, membela diri dan kelengkapan pada upacara penobatan datuk (kepala adat). Rudus juga dipergunakan dalam lambang Provinsi Bengkulu. Penggunaan rudus dalam lambang Provinsi Bengkulu tersebut melambangkan kepahlawan. 

6. Suku        


Suku Muko- Muko -Bengkulu

Suku-suku bangsa yang mendiami Provinsi Bengkulu dapat dikelompokkan menjadi suku asli dan pendatang, meskipun sekarang kedua kelompok ini mulai bercampur baur. Bahasa yang dominan dipakai adalah bahasa Rejang, yang banyak dipahami oleh sebagian besar penduduk, selain bahasa Melayu (bahasa Indonesia) dan bahasa Serawai. Di Pulau Enggano dipakai bahasa Enggano. Suku-suku pribumi mencakup suku-suku berikut:
  1. Mukomuko, mendiami wilayah Kabupaten Mukomuko;
  2. Pekal, mendiami wilayah Kabupaten Mukomuko dan Kabupaten Bengkulu Utara;
  3. Rejang, mediami wilayah Kabupaten Bengkulu Utara, Kepahiang, Rejang Lebong dan Lebong;
  4. Lembak, mendiami wilayah Kota Bengkulu dan Kabupaten Rejang Lebong;
  5. Serawai, mendiami wilayah Kabupaten Seluma dan Bengkulu Selatan;
  6. Besemah, mendiami wilayah Kabupaten Bengkulu Selatan dan Kaur;
  7. Kaur, mendiami wilayah Kabupaten Kaur;
  8. suku-suku pribumi Enggano (ada enam puak), mendiami Pulau Enggano.
Suku bangsa pendatang meliputi Melayu, Jawa

7. Bahasa       

Bahasa Melayu
Bahasa Melayu Bengkulu memiliki beberapa pengucapkan kata yang sama dengan Melayu lainnya, seperti Melayu Minang, Melayu Palembang, Melayu Jambi, dan Melayu Riau, terutama yang berlogat "o". Penuturan bahasa Melayu di Bengkulu hampir mirip penuturan bahasa Melayu dialek Negeri Sembilan, Malaysia.

Bahasa Rejang
Bahasa Rejang, adalah bahasa yang dituturkan oleh suku Rejang di daerah Lebong, Kepahiang, Curup dan sampai di tepi sungai ulu musi di perbatasan dengan Sumatera Selatan. Suku Rejang menempati kabupaten Rejang Lebong, kabupaten Kepahiang, dan kabupaten Lebong. Dialek bahasa yang digunakan penutur bahasa Rejang, jauh berbeda dengan bahasa Melayu dan bahasa daerah di Sumatera lainnya. Suku Rejang merupakan salah satu dari 18 lingkaran suku bangsa terbesar di Indonesia.

Bahasa Rejang memiliki perbedaan dalam penuturan dialek bahasa. Dialek Rejang Kepahiang berbeda dengan dialek Rejang Curup di kabupaten Rejang Lebong, dialek Rejang Bengkulu Utara (identik dengan dialek Rejang Curup), dan dialek Rejang Lebong di kabupaten Lebong.
Dialek dalam bahasa Rejang:


  1. Dialek Rejang Kepahiang 
  2. Dialek Rejang Curup 
  3. Dialek Rejang Lebong

Dari tiga pengelompokan dialek Rejang tersebut, saat ini Rejang terbagi menjadi Rejang Kepahiang, Rejang Curup, dan Rejang Lebong. Namun, meskipun dialek dari ketiga bahasa Rejang tersebut relatif berbeda, tapi setiap penutur asli bahasa Rejang dapat saling memahami walaupun terdapat perbedaan kosakata pada saat komunikasi berlangsung.

Bilangan

  • Do = satu 
  • Duey = dua 
  • Telew = tiga 
  • Pat = empat 
  • Lemo = lima 
  • Enum = enam 
  • Tojok = tujuh 
  • Lapen = delapan 
  • Smilan = sembilan
  • Sepoloak = sepuluh 
  • Dueipoloak = duapuluh 
  • Mopoloak = limapuluh 
  • Sotos = seratus 
  • Serebay = seribu
Bahasa Pekal
Suku Pekal bermukim di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara dan Kabupaten Muko-muko yang tersebar dibeberapa kecamatan. Mayoritas penduduk petani dan pekebun. Orang Pekal menggunakan bahasa sendiri yaitu bahasa pekal.
Bahasa suku Pekal jelas memperlihatkan campur bahasa antara bahasa Minangkabau dan bahasa Rejang. Pada saat sekarang, campur bahasa tersebut tidak hanya terbatas pada bahasa Minangkabau dan Rejang, namun juga mengambil bahasa-bahasa lainnya seperti Batak, Jawa dan Bugis. Perbedaan varian bahasa menjadi ciri khas lainnya dari campur bahasa pada sukubangsa Pekal. Varian tersebut berkaitan dengan intensitas hubungan dengan sukubangsa Minangkabau dan Rejang. Jika daerah tersebut lebih dekat dengan daerah Budaya Rejang, varian bahasa yang terlihat dari dialek akan mengarah pada bahasa Rejang, jika mendekati wilayah budaya Minangkabau akan mengarah pada bahasa Minangkabau.

Bahasa Lembak
Suku Lembak adalah suku bangsa yang pemukimannya tersebar di kota Bengkulu, Bengkulu Utara, kabupaten Bengkulu Tengah, kabupaten Rejang Lebong, dan kabupaten Kepahiang. Suku Lembak di kabupaten Rejang Lebong bermukim di kecamatan Padang Ulak Tanding, Sindang Kelingi, dan Kota Padang. Di kabupaten Kepahiang, suku Lembak mendiami desa Suro Lembak. Suku lembak juga mendiami wilayah daerah Kota Lubuklinggau dan kabupaten Musi Rawas yang berada di wilayah provinsi Sumatera Selatan.
Suku Lembak tidak jauh berbeda dengan masyarakat Melayu pada umumnya, namun dalam beberapa hal terdapat perbedaan. Jika ditinjau dari segi bahasanya, suku Lembak dengan Melayu Bengkulu (pesisir) terdapat perbedaan dari segi pengucapan kata-katanya, Melayu Bengkulu kata-katanya banyak diakhiri dengan huruf 'o' sedangkan suku Lembak banyak menggunakan huruf 'e', selain itu ada kosakata yang berbeda.

8. Lagu Daerah
Lalan Belek, Sungai Suci, dan Anak Kumang

ENSIKLOPEDI LAINNYA



Terkini Indonesia

Terbaik Indonesia

Belanja Indonesia Lihat Lebih Lengkap >>>




Travelling Kita

Comments
0 Comments
 
Copyright ©2015 - 2024 THE COLOUR OF INDONESIA. Designed by -Irsah
Back to top
THE COLOUR OF INDONESIA